Setelah dimulainya pemberian layanan telepon bergerak seluler generasi ketiga (3G) secara komersial oleh lima operator telekomunikasi (Hutchison CP Telecommunication, Natrindo Telepon Seluler, Telkomsel, Excelcomindo Pratama, dan Indosat), artinya Indonesia telah memasuki babakan baru dalam industri teknologi komunikasi informasi (TKI) dari narrowband (pita sempit) ke arah broadband (pita lebar).
Setelah 3G, telah menunggu giliran pula teknologi WiMax untuk diadopsi dan generasi keempat telepon bergerak seluler (4G) yang kini masih dalam tahap pengembangan.
Selain menyangkut seberapa jauh infrastruktur teknologi pita lebar tersebut menjangkau masyarakat, yang tak bisa diabaikan adalah layanan apa saja yang bisa disajikan bagi penggunanya. Apalagi jika 4G sudah hadir, dengan kemampuan transmisi data hingga 155 Mbps atau setara 1.890 kanal 64 Kbps. Melalui pengalaman beberapa negara yang telah lebih dulu mengimplementasi pita lebar, konten mempunyai peran strategis. Tanpa konten yang menarik, menghibur, maupun mendidik, infrastruktur yang ada dapat diibaratkan jalan tol berlajur banyak yang hanya dilalui sebuah motor bebek, yang tentunya mubazir.
Mengingat perannya yang cukup signifikan, baiknya pembicaraan soal TKI tidak melulu didominasi perdebatan mengenai adopsi teknologi saja, semisal 3G, WiMax, NGN, 4G, serta apakah menggunakan jaringan publik atau jaringan private, tetapi juga perlu dibarengi dengan gugatan konten apakah yang akan diberikan kepada masyarakat agar masyarakat Indonesia menjadi cerdas, tidak menjadi korban terpaan teknologi serta masyarakat yang sejahtera sebagai muaranya.
Cukup menarik untuk melihat bagaimana perkembangan konten dalam industri TKI di sini. Ada beberapa hal yang bisa dicatat. Pertama, terjadinya pasang surut layanan konten Indonesia. Ini dapat dilihat dari konten dotcom lokal yang menggurita saat menjelang dan beberapa tahun setelah masa reformasi pada tahun 1998, namun setelah itu hanya beberapa yang mampu bertahan dan dikategorikan sukses. Walaupun belum optimal, beruntung kini hampir seluruh pemerintahan dari pusat hingga daerah bisa diakses melalui internet.
Kedua, dengan pita yang kian lebar, layanan seperti video call, mobile TV, maupun video on demand, mulai ditawarkan ke publik. Namun, disebut-sebut hampir sama dengan konten televisi kita yang bersifat latah dan hampir senada dengan dipenuhi tayangan mistik, sinetron ABG dan berita gosip, belum terlihat layanan yang menjadi ciri khas operator 3G di sini. Dikhawatirkan, tanpa variasi layanan untuk memaksimalkan lebar pita yang ada, yang akan menjadi killer application tetap saja suara (voice), sehingga ilustrasi motor di jalan tol terjadi. Dan ketiga, bersamaan dengan maraknya investasi asing di sektor TKI kita, termasuk penguasaan asing di beberapa operator telekomunikasi, industri konten juga tidak bisa menghindari hal itu. Mayoritas industri konten Indonesia saat ini juga dikuasai asing. Hal ini tentu memprihatinkan dan membuat kita bertanya-tanya apakah orang Indonesia tidak ada yang pintar untuk membuat konten yang bagus. Ataukah memang, kepintaran orang-orang kita di bidang TKI hanya yang negatif saja, semisal cybercrime yang selalu masuk dalam
No comments:
Post a Comment